Pages

Blog Archive

Friday, February 25, 2011

Kiat Antisipasi Infeksi Penyebab Janin Cacat

ILUSTRASI: TORCH (toksoplasma, rubela, cytomegalovirus/CMV, dan herpes simplex) merujuk pada sekolompok infeksi yang dapat ditularkan dari ibu hamil kepada bayinya. Infeksi ini biasanya tidak bergejala, satu-satunya cara untuk mengetahuinya adalah dengan melakukan tes serum darah. (foto: washhumane.typepad.com)
Infeksi TORCH merupakan gangguan pada kehamilan yang bisa membahayakan janin. Jika infeksi ini diketahui di awal masa kehamilan, risiko penularan dari ibu pada janin bisa dikurangi sehingga cacat bawaan bisa dicegah.

TORCH (toksoplasma, rubela, cytomegalovirus/ CMV, dan herpes simplex) merujuk pada sekolompok infeksi yang dapat ditularkan dari ibu hamil kepada bayinya. Infeksi ini biasanya tidak bergejala, satu-satunya cara untuk mengetahuinya adalah dengan melakukan tes serum darah.

Pakar imunologi Dr.Liliane Grangeot-Keros dari Paris menyebutkan, infeksi TORCH dapat menyebabkan 5-10 persen keguguran dan cacat bawaan pada janin yang meliputi gangguan pendengaran, retardasi mental serta kebutaan.

"Sebagian besar cacat itu bisa dicegah dengan melakukan skrining TORCH di trimester pertama kehamilan. Jika hasilnya negatif, para ibu bisa diberi edukasi pentingnya menjaga kebersihan diri. Namun jika hasilnya positif, dokter bisa memberikan pengobatan untuk menurunkan risiko transmisi dari ibu ke janin," katanya dalam acara media edukasi 'Mewaspadai TORCH pada Kehamilan' di Jakarta (24/2/2011) kemarin.

Di Indonesia, dari 54.000 kehamilan yang terinfeksi toksoplasma 70 persennya memiliki antibodi. Sementara itu, 60 persen wanita memiliki antibodi terhadap virus herpes simplex. Kendati demikian, 50-85 persen ibu hamil yang terinfeksi rubela di trimester pertama kehamilan janinnya beresiko tinggi mengalami cacat organ.

Namun menurut dr.Yuditia Purwosunu Sp.OG (K), skrining TORCH belum menjadi rekomendasi bagi ibu hamil.

"Statistik menunjukkan, dari 10.000 ibu hamil yang hasil skriningnya positif TORCH, hanya 10 saja yang hasil diagnostiknya juga positif. Karena itu, skrining TORCH masih diperdebatkan keakuratannya," katanya dalam kesempatan yang sama.

Ia menambahkan, skrining prenatal hanya disarankan untuk mereka yang termasuk dalam kelompok berisiko tinggi, misalnya ibu yang terinfeksi HIV. "Untuk memberikan pengobatan pun standarnya adalah hasil diagnostiknya positif," papar dokter dari divisi fetomaternal departemen Obgyn FKUI/RSCM Jakarta ini.

Pemeriksaan diagnostik dilakukan dengan cara pengambilan sedikit air ketuban untuk diperiksa di laboratorium. Hasilnya jauh lebih akurat dibanding dengan skrining berupa pengambilan darah. "Jika hasil skrining positif baru disarankan untuk melakukan diagnostik tes sebelum diberikan pengobatan," tuturnya.

Saat ini, pemeriksaan TORCH masih tergolong mahal untuk kebanyakan masyarakat. Akan tetapi, menurut Keros tindakan preventif jauh lebih murah daripada kuratif.

"Mungkin biaya tes terasa mahal, tapi ongkos yang harus ditanggung jika bayi menderita cacat sangat mahal, bukan cuma dari sisi ekonomi tapi juga psikologis," katanya.

Infeksi TORCH pada kehamilan memang bisa menyebabkan cacat janin atau keguguran, meski prosentasenya kecil. Kendati demikian, pemeriksaan TORCH belum disarankan menjadi prosedur wajib dalam kehamilan.

"Di beberapa negara, termasuk Indonesia, pemeriksaan TORCH belum disarankan," kata dr.Yuditia Purwosunu, Sp.OG (K) dari divisi fetomaternal departemen Obgyn Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Rumah Sakit CiptoMangunkusumo (FKUI/RSCM).

Yuditia merujuk pada statistik yang menyebutkan dari 10.000 ibu hamil yang hasil skriningnya positif terinfeksi TORCH ternyata hanya 10 orang saja yang hasil tes diagnostiknya positif TORCH.

"Bahkan dari semua yang positif infeksi akut hanya 30 persen saja yang positif terinfeksi," paparnya dalam acara media edukasi mengenai skrining TORCH yang diadakan oleh Roche di Jakarta (24/2).

Angka-angka pada hasil skrining TORCH memang masih harus dibuktikan dengan pemeriksaan lanjutan, misalnya pemeriksaan cairan ketuban. "Di Indonesia pemeriksaan ini belum bisa dilakukan," katanya. Ia menambahkan, seringkali hasil pemeriksaan TORCH di laboratorium yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda pula karena tergantung pada mesin laboratoriumnya.

Yang harus diwaspadai oleh ibu hamil adalah jika hasil IgM (antibodi) yang semula negatif, setelah diperiksa ternyata positif. "Itu berarti dalam tubuh ibu itu sedang terjadi infeksi," katanya.

Kendati begitu pengobatan tidak serta merta langsung diberikan. "Parasit toksoplasma misalnya, disebarkan dalam bentuk spora atau inaktif sehingga antibiotik pun sering tidak bisa mencapainya," katanya.

Pengobatan infeksi toksoplasma terdiri dari empat jenis antibiotik yang harus terus diberikan selama kehamilan. "Obat juga tidak 100 persen mengurangi risiko penularan atau kecacatan pada janin," katanya.

Mahalnya harga pemeriksaan TORCH juga membuat pemeriksaan ini masih kontroversial di kalangan kedokteran. Untuk itu Yudistia lebih menyarankan agar wanita yang sedang merencanakan kehamilan untuk lebih menjaga kebersihkan dirinya.

"Biasakan mencuci tangan sebelum makan karena penularan utama toksoplasma adalah lewat makanan yang masuk ke mulut," katanya. Cara lain untuk mengurangi risiko infeksi TORCH adalah vaksinasi rubela.

Sumber : http://suaramedia.com/gaya-hidup/anak/39305-kiat-antisipasi-infeksi-penyebab-janin-cacat.html

No comments:

Post a Comment

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...